MANOKWARI, papuaku.com – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat membeberkan penanganan stunting di Papua Barat kepada Menko PMK, Prof Muhadjir Effendy melalui virtual, Selasa (21/3/2023).
Plt Kepala Bappeda Papua Barat, Melkias Werinussa dalam paparannya mengatakan penanganan stunting, Pemerintah Papua Barat telah melakukan upaya seperti melakukan penilaian kinerja aksi konvergensi percepatan penurunan stunting.
Selain itu, melakukan pemetaan program kegiatan sampai dengan masuk kegiatan percepatan penurunan stunting, penandatanganan komitmen bersama pemerintah provinsi dengan kabupaten-kota.
Kemudian, arahan gubernur dengan penetapan anggaran khusus stunting pada APBD tahun 2022 dan 2023, peraturan gubernur dan SK tim percepatan penurunan stunting dan intervensi gubernur berbasis by name by address.
“Kita telah melakukan banyak upaya dalam menurunkan prevalensi stunting,” ujarnya.
Tak hanya itu, Pemerintah Papua Barat juga memiliki kendala dalam menurunkan stunting di Papua Barat yakni untuk data balita stunting, belum optimalnya penginputan data melalui eppgbm.
Selanjutnya, tidak semua kabupaten mempunyai komitmen lewat penganggaran yang berfokus pada lokus prioritas balita stunting, belum optimalnya OPD dalam mengikuti arahan dari Bappeda untuk menganggarkan sesuai sub kegiatan yang telah tersepakati dan belum fokus intervensi ke kelompok sasaran.
Dengan demikian, Ia berharap pemerintah pusat bisa memberikan alokasi dana insentif bagi pemerintah daerah yang bisa menurunkan prevalensi stunting dan pengangkatan tenaga P3K gizi di setiap puskesmas.
Ia menuturkan dari 7 kabupaten di Papua Barat, empat diantaranya mengalami kenaikan angka prevalensi stunting dan tiga mengalami penurunan di tahun 2022.
“Yang naik itu Pegunungan Arfak, Kaimana, Manokwari dan Fakfak. Sedangkan yang mengalami penurunan yaitu Wondama, Manokwari Selatan dan Bintuni,” tuturnya.
Perbandingan angka prevalensi stunting tahun 2022 dengan 2021, Pegunungan Arfak naik sebesar 11,4 persen dari 40,1 persen di tahun 2021. Kemudian Kaimana naik 0,7 persen dari 28,5 persen di tahun 2021.
Selanjutnya, Manokwari naik 9,7 persen dari 26,9 persen di tahun 2021 dan Fakfak naik 3 persen dari 26 persen di tahun 2021.
Untuk yang mengalami penurunan, Wondama turun 4,9 persen dari 31 persen di tahun 2021. Manokwari Selatan turun 1,3 persen dari 28,5 persen di tahun 2021 dan Bintuni turun 4,7 persen dari 27,5 persen di tahun 2021.
“Secara keseluruhan, angka Prevalensi stunting di Papua Barat mengalami kenaikan 3,8 persen menjadi 30 persen di tahun 2022,” rincinya. (GOS/RED)