MANOKWARI, papuaku.com – Kehadiran Genting Oil merupakan wujud geliat investasi di Papua Barat yang semakin membaik. Genting oil berada di kawasan industri kampung Onar Distrik Sumuri Teluk Bintuni.
Hadirnya Genting oil di Papua Barat mendapatkan dukungan dan respon positif dari pemerintah provinsi sebab bisa menumbuhkan investasi di daerah.
Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (Purn) Drs. Paulus Waterpauw M.Si mengatakan Genting oil membuka ruang kerja bagi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam di Papua Barat.
“Ini adalah bentuk keterbukaan masyarakat menerima investasi di daerahnya (Teluk Bintuni). Kami pemerintah provinsi hadir untuk membantu menjaga kondusifitas wilayah agar bisa mendatangkan investor lainnya,” ujarnya, Jumat (5/5/2023).
Ia menyebutkan kehadiran Genting oil di Papua Barat melakukan pertemuan bersama pemerintah provinsi, PT LNG, Bupati Teluk Bintuni dan Forkopimda.
Adanya investasi yang masuk di Papua Barat, kata Dia menjadikan perputaran ekonomi dan perekonomian di Papua Barat menjadi lebih baik.
“Komitmen perusahaan dalam memajukan kesehatan, pendidikan, sosial dan lainnya serta memajukan kehidupan masyarakat,” katanya.
Ia berharap masyarakat mendukung dengan kehadiran Genting Oil di Teluk Bintuni karena banyak keuntungan dari berbagai sektor salah satunya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Perlu membicarakan hak-hak yang menyangkut kehidupan masyarakat dan juga pemerintah,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Maxi N Ahoren mengatakan MRPB akan memberikan pertimbangan dan mengkoordinasikan dengan fraksi otsus berkaitan dengan amdal dan lainnya.
“Berdasarkan Undang-undang nomor 2 Tahun 2021 pasal 20 poin d mengamanatkan bahwa dalam hal kerjasama dengan pihak ketiga harus mendapat pertimbangan dari MRPB. Dan dokumen amdal sudah ada di kami,” ujarnya.
Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat, George K Dedaida meminta masyarakat adat mendapat perhatian serius, jangan hanya sebelah mata.
“Jangan melihat pemerintah daerah dan masyarakat hanya dengan sebelah mata tetapi komunikasikan dengan baik,” katanya.
Hal tersebut, kata George agar masyarakat juga merasa dilibatkan dan bertanggung jawab dengan investasi yang masuk di wilayahnya.
“DPR sebagai corong aspirasi masyarakat dan MRP sebagai lembaga kultur masyarakat adat wajib dilibatkan karena ujung-ujungnya kalau dibahas dana 10 persen maka muncul DBH Migas,” sebutnya.
“Semua harus diperdakan. Oleh karena itu, melibatkan DPR Papua Barat agar mengetahui muatan-muatan yang masuk dalam DBH dan 10 persen itu lebih khusus kepada masyarakat pemilik hak ulayat eksplorasi atau eksploitasi,” katanya lagi. (GOS/RED)